Di dunia teknologi yang berkembang pesat saat ini, departemen SDM mengambil peran yang lebih besar—memastikan tim mereka tidak hanya memahami teknologi baru namun juga menggunakannya secara bertanggung jawab. Dalam wawancara saya dengan empat pakar teknologi terkemuka, masing-masing menekankan pentingnya literasi teknologi dan penerapan etika, sehingga memberikan wawasan yang dapat memandu organisasi dalam menjalankan tanggung jawab ini secara efektif. Setelah berbicara dengan para pemimpin seperti Keith Krachmantan Ketua dan CEO DocuSign, mantan Wakil Menteri Luar Negeri, dan pendiri Krach Institute for Tech Diplomacy, dan Jon Pelsonpenulis dari Perang NirkabelAda satu hal yang menonjol: literasi teknologi adalah kuncinya, namun etika tidak bisa ditawar. Mengetahui cara menggunakan AI atau pembelajaran mesin saja tidak cukup; mereka perlu memahami potensi konsekuensi dari teknologi ini dan mengambil tindakan yang sesuai. Apalagi saat saya wawancara Jürgen Schmidhuberseorang peneliti AI terkemuka yang dikenal sebagai “bapak AI modern”, dan Richard Stallmanpendiri gerakan perangkat lunak bebas dan pencipta Proyek GNU (yang merupakan bagian dari sistem operasi Linux), keduanya menekankan perlunya pemahaman yang lebih mendalam mengenai implikasi kemajuan teknologi terhadap pekerjaan dan masyarakat.
Pelatihan Teknologi Seperti Apa yang Harus Ditawarkan CHRO?
Salah satu kursus favorit saya yang saya tulis dan ajarkan bertahun-tahun yang lalu adalah Etika dalam Teknologi. Saat ini, melatih karyawan bukan hanya tentang mempelajari alat-alat terbaru; ini tentang menumbuhkan budaya tempat kerja yang mengutamakan pembelajaran berkelanjutan dan penggunaan teknologi yang etis. Pemimpin seperti Schmidhuber dan Stallman mengingatkan kita bahwa kekuatan teknologi disertai dengan tanggung jawab—sesuatu yang harus ditangani oleh CHRO dalam program pelatihan mereka.
- Jadikan pembelajaran sebagai sesuatu yang konstan: Menawarkan lokakarya rutin, sertifikasi, dan peluang pembelajaran mikro yang memberikan informasi terkini kepada karyawan tentang teknologi terbaru—mulai dari AI hingga keamanan siber. Schmidhuber menjelaskan bahwa AI sama seperti sistem yang terus berkembang—AI memerlukan pembaruan dan penyempurnaan terus-menerus, begitu pula keterampilan teknologi karyawan. Ini tentang menciptakan tempat kerja di mana rasa ingin tahu adalah hal yang biasa.
- Melatih lintas departemen: Literasi teknologi tidak boleh terbatas hanya pada departemen TI saja. Setiap tim, mulai dari pemasaran hingga SDM, perlu memahami bagaimana teknologi memengaruhi pekerjaan mereka. Pengetahuan lintas fungsi adalah kunci untuk membantu karyawan berinovasi dan berkolaborasi secara lebih efektif. Pelson menekankan betapa segala sesuatunya saling terhubung, dan menyatakan bahwa “bahkan peran non-teknologi memerlukan pemahaman yang kuat tentang ekosistem digital.”
- Fokus pada etika: Kekuatan yang besar membawa tanggung jawab yang besar, begitu pula dengan teknologi. Pastikan program pelatihan Anda mencakup fokus pada pengenalan dan pencegahan penggunaan teknologi yang tidak etis. Seperti yang ditekankan Keith Krach, “Kepercayaan terhadap teknologi tidak bisa ditawar.” Selain itu, dukungan lama Stallman terhadap kebebasan pengguna di bidang teknologi menggarisbawahi perlunya menempatkan penggunaan etis di garis depan dalam literasi teknologi.
Mengapa CHRO Harus Peduli Terhadap Penggunaan Teknologi yang Etis?
Ketika dunia usaha berlomba untuk mengadopsi inovasi terbaru, mereka juga harus menghadapi dilema etika yang menyertainya. AI dan sistem berbasis data dapat melanggengkan bias jika tidak dipantau dengan baik. CHRO memiliki peran penting dalam memastikan tim mereka memahami kekuatan dan kelemahan alat-alat ini.
Jon Pelson menyoroti dalam percakapan kami betapa pentingnya bagi perusahaan untuk menetapkan pedoman etika yang jelas. “Pilihan yang kita ambil sekarang,” kata Pelson, “akan membentuk masa depan teknologi dan tenaga kerja.” CHRO harus menciptakan tempat kerja di mana teknologi digunakan secara bertanggung jawab dan sejalan dengan nilai-nilai perusahaan.
- Buat pedoman etika untuk penggunaan teknologi: Mengembangkan kebijakan yang jelas tentang bagaimana organisasi Anda menggunakan teknologi baru, khususnya terkait privasi data, transparansi, dan bias. Schmidhuber juga mencatat bahwa sistem AI harus selaras dengan nilai-nilai kemanusiaan, dan menekankan bahwa pengawasan etika sangat penting untuk pengembangan teknologi di masa depan.
- Mendorong transparansi dan akuntabilitas: Menumbuhkan lingkungan di mana karyawan merasa nyaman menyampaikan kekhawatiran etis terkait teknologi tanpa takut akan pembalasan. Ketika karyawan merasa diberdayakan untuk bersuara, hal ini membantu perusahaan untuk tetap terdepan dalam menghadapi potensi masalah dan membangun kepercayaan.
Memberdayakan Kepemimpinan Untuk Mempromosikan Literasi Teknologi
Pemimpin memainkan peran penting dalam menentukan arah seluruh organisasi. Jika tim kepemimpinan Anda tidak sepenuhnya memahami teknologi atau implikasi etisnya, bagaimana mereka dapat membimbing timnya secara efektif?
- Pastikan para pemimpin tetap berada di depan: Berikan tim kepemimpinan Anda akses ke pendidikan berkelanjutan tentang teknologi terbaru. Penting bagi mereka untuk tidak hanya mengetahui teknologinya namun juga menjadi teladan perilaku etis bagi tim mereka. Seperti yang dikatakan Schmidhuber, kepemimpinan harus “menerima pembelajaran seumur hidup” agar dapat mengimbangi perkembangan teknologi yang terus berkembang.
- Menumbuhkan kolaborasi: Mendorong kolaborasi lintas departemen sehingga para pemimpin dapat memahami bagaimana teknologi berdampak pada setiap bagian organisasi. Ketika tim bekerja sama, mereka dapat berinovasi dan mengatasi tantangan dengan lebih efektif.
Menanamkan Literasi Teknologi ke dalam Budaya Perusahaan
Agar literasi teknologi benar-benar mengakar di organisasi Anda, hal ini harus lebih dari sekadar program pelatihan—hal ini harus menjadi bagian dari budaya perusahaan. Budaya pembelajaran berkelanjutan dan penggunaan teknologi yang etis dapat mendorong inovasi dan membedakan organisasi Anda.
- Ciptakan visi bersama untuk literasi teknologi: Komunikasikan bahwa menjadi yang terdepan dalam teknologi bukan sekadar tren—tetapi merupakan komponen penting dari kesuksesan jangka panjang. Perjelas bahwa literasi teknologi dan perilaku etis adalah nilai-nilai inti. Seperti yang sering diperingatkan oleh Stallman, organisasi yang gagal memprioritaskan penggunaan teknologi yang etis mungkin akan terjebak dalam dilema yang tidak mereka antisipasi.
- Hadiahi pembelajaran yang berkelanjutan: Mengenali karyawan yang mengambil inisiatif untuk meningkatkan keterampilan dan meningkatkan pengetahuan teknologi mereka. Baik melalui promosi, pengakuan, atau insentif, dorong pembelajaran dan rasa ingin tahu.
CHROs Sebagai Pejuang Literasi Teknologi dan Penggunaan Teknologi yang Etis
CHRO mempunyai kesempatan untuk membentuk organisasi mereka dengan mendorong literasi teknologi dan mempromosikan penggunaan teknologi yang etis. Dengan mendorong pembelajaran berkelanjutan, memberdayakan para pemimpin, dan menerapkan standar etika, CHRO dapat memastikan tenaga kerjanya siap menghadapi masa depan digital—sambil bertindak secara bertanggung jawab.